Nejed Tempat Munculnya Ajaran Wahabi
Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wasallam bersabda:
“Ya Allah, berilah kami
barakah pada negeri Syam, ya Allah berilah kami barakah pada negeri Yaman. Para
sahabat bertanya: termasuk Nejed ? Rasulullah berdoa: Ya Allah berilah kami
barakah pada negeri Syam, ya Allah berilah kami barakah pada negeri Yaman.
Para sahabat masih
bertanya: termasuk Nejed ? Rasulullah saw menjawab: Di sana (nejed) terjadi
gempa dan huru-hara, dan di sana muncul dua tanduk syetan. (Shahih, HR. Bukhari
no. 1037, 7094, Tirmidzi (3953), Ahmad (2/90, 118), As-Shahihah (5246))
Hadist
diatas disampaikan oleh Kyai Baidlowi Mufti dalam acara Rijalul Ansor PAC GP
ANSOR Taman, Rabu 11 Januari 2017. Diselenggarakan di Masjid Sabilillah
Sambisari. Yang dihadiri oleh kurang lebih 100 jama’ah.
Beliau
menjelaskan : “Abad 19 Masehi, muncul tokoh MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB (Perintis
Sekte Wahabi) yang ditentang oleh ayahnya sendiri. Ayahnya mewanti-wanti agar
waspada dan memperingatkan orang-orang untuk menjauh darinya.”
Bahkan saudaranya; Sulaiman ibn Abdul Wahhab menulis dua
buah karya bantahan terhadapnya. Bantahan pertama berjudul ash-Shawa’iq al
Ilahiyyah dan yang kedua berjudul Fashl al Khitab fi ar- Raddi ‘ala Muhammad
ibn Abdil Wahhab.
Dasar ajaran WAHABI dikenal dengan konsep TRI TAUHID.
Yaitu Tauhid Rububiyyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Atsma’ wa Shifat. Konsep
tauhid yang diperkenalkan oleh Ibnu Taimiyah ini berbeda dengan ulama
Ahlussunnah Wal Jama’ah. Ulama Aswaja tidak ada yang membedakan antara
makna Rabb (rububiyah) dan makna Ilah (uluhiyah).
Tauhid Atsma’ wa Shifat adalah menyerupakan
Allah dengan makhluk-Nya dan meyakini bahwa Allah adalah benda yang duduk di
atas Arsy. Keyakinan ini adalah penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya, karena
duduk adalah salah satu sifat manusia.
Dengan ajarannya ini, Wahabi telah menyalahi firman Allah
(QS. asy-Syura: 11) : “Dia (Allah) tidak menyerupai segala sesuatu dan tidak
ada sesuatupun yang menyerupai-Nya”
Di antara keyakinan golongan Wahhabiyyah ini adalah mengkafirkan
orang yang orang yang bertawassul. Mengkafirkan orang-orang yang dibaan
Maulidan dan Tahlilan. Serta mengkafirkan orang-orang yang tidak sependapat
dengan mereka. (Fachrudin)