Oleh : Kyai Baidlowi Mufti - Ngelom
Mengapa tidak
dibuat judul Islam Moderat? karena memang tidak ada istilah itu, dan tidak ada
pula Islam Garis Keras, Islam Eksklusif, atau sejenisnya. Yang ada hanyalah
Islam tanpa kata terkait. Adapun judul di atas lebih pas untuk menunjukkan
bukanlah Islam yang disifati moderat, melainkan pemeluknya. Hebatnya, muslim
moderat itu ditekankan dalam sebuah ayat yang dilatari dengan hitungan angka
yang luar biasa.
Surah Al Baqarah
terdiri dari 286 ayat. Apabila angka bagian depan dalam bilangan itu dibuang menjadi
86, maka menunjukkan jumlah surah dalam Al Qur'an yang turun sebelum Nabi
berhijrah ke Madinah, dan kemudian dikenal dengan Surah Makkiyah. Sebaliknya,
apabila angka bagian belakangnya dibuang menjadi 28, maka menunjukkan jumlah
surah yang turun sesudah Nabi berhijrah ke Madinah, kemudian dikenal dengan
Surah Madaniyah. Berikutnya, jika kedua bilangan itu dijumlahkan : 28 + 86 =
114, maka menunjukkan jumlah surah dalam Al Qur'an secara keseluruhan. Lebih
lanjut, apabila 286 dibagi 2 menjadi 143, maka menunjukkan nomor ayat
pertengahan dalam QS Al Baqarah. Ada apa dengan ayat 143 itu?
Ayat itulah yang
berbicara tentang Muslim Moderat :
"و كذلك جعلناكم أمة وسطا لتكونوا
شهداء على الناس و يكون الرسول عليكم شهيدا" - اﻵية .
"Dan demikian
pula Kami jadikan kamu (hai umat Islam) sebagai umat yang adil dan pilihan,
supaya kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia, dan supaya Rasul (Muhammad)
menjadi saksi atas (perbuatan) kamu."
Syekh Musthafa Al
Maraghi dalam kitab tafsirnya Juz II Halaman 6 menjelaskan bahwa umat yang adil
dan pilihan itu adalah "umat yang berpola pikir dan menampilkan prilaku
keberagamaan yang tengah-tengah/moderat (توسط / وسطا),
tidak berlebihan (إفراط =
ekstrimis-maksimalis) dan tidak berkurangan (تفريط
= ekstrimis-minimalis)".
Ada sebuah kitab
karya Imam Al Ghazali yang pada tahun 1985-an dibacakan oleh K.H. Ahmad Shiddiq
(rahimahullah) dalam pengajian rutin dua bulanan di kantor PWNU Jatim di Jln.
Raya Darmo Surabaya. Kata beliau, kitab ini berjudul "سراج الطالبين و عمدة السالكين", tetapi ketika saya mau membelinya
di Ampel, sudah berkali-kali tidak saya temukan. Karena itu, dalam postingan
ini saya hanya memaparkan hasil simakan saya langsung dari pengajian beliau.
Kata beliau, dalam
kitab ini ditegaskan bahwa ASWAJA satu-satunya فرقة
ناجية (golongan yang selamat = tidak melenceng) karena bercirikan
tawassuth (moderat = mengambil jalan tengah di antara tiga pasang aliran yang
berlawanan :
1. An Nashbu (النصب); yaitu aliran yang tidak mengakui semua
khalifah/pimpinan, termasuk 4 orang Khulafaur Rasyidin. Jargon mereka : ﻻ حاكم إﻻ الله (tidak ada pimpinan yang sah dan patut
dipatuhi kecuali hanya Allah). Aliran inilah yang dikenal dengan خوارج (Khawarij = sempalan/sparatis). Mereka
menjustifikasi keempat Khulafaur Rasyidin dan siapapun yang tidak sepaham
sebagai kafir dan halal dibunuh, hatta 'Ali bin Abi Thalib lantaran divonis
kafir maka dibunuh oleh seorang algojo Khawarij, Abdullah bin Muljam sewaktu
beliau dalam perjalanan menuju masjid Kufah untuk mengimami shalat Shubuh. Jika
sekarang penganut aliran ini dianggap sudah punah, tetapi nyatanya tidak
sedikit kelompok yang kerasukan terorismenya seperti Al Qaedah, ISIS, Boko
Haram, An Nushrah, dan tentunya termasuk juga Wahabi yang sekarang ini tidak
mau lagi disebut nama aslinya tapi justru menamakan diri Salafi. Oleh karena
bercirikan takfiri (suka mengafirkan pihak lain yang beda paham), maka ulama
sepakat menjustifikasinya sebagai Neo Khawarij.
Sebagai aliran
lawannya adalah Ar Rafdlu (الرفض), yakni aliran yang
hanya mengakui kekhalifahan Ali beserta imam-imam dari kalangan keturunan
beliau. Berawal dari sebuah aliran politik, tetapi kemudian merembet ke soal
Aqidah, yaitu menjustifikasi 3 orang Khulafaur Rasyidin selain Ali, termasuk
juga Sayidatina 'Aisyah beserta semua Sahabat yang terlibat dalam Majelis
Tahkim (arbitrase) sebagai pelaku dosa besar dan masuk neraka. Aliran inilah
yang dikenal dengan شيعة (Syi'ah = pendukung
Ali, tetapi Sayidina Ali tidak tahu menahu tentang aliran ini).
Ada lagi pihak
ketiga yang dipelopori Abdullah bin Umar, mula-mula maunya berpolitik netral di
antara kedua aliran tersebut di atas, tetapi pasca wafatnya Ibnu Umar merembet
ke soal Aqidah, sehingga aliran ini dikenal dengan مرجئة
(Murji-ah = berdosa atau tidak, terserah Allah), di antara doktrinnya :
ﻻ تضر مع اﻹيمان معصية
"Asalkan
beriman, no problem berbuat maksiat."
Nah, di antara
sepasang aliran pertama beserta pihak ketiganya tersebut di atas, maka ASWAJA
mengambil jalan tengah (tawassuth) sebagai berikut :
a) Keseluruhan Sahabat, termasuk yang terlibat dalam
pertentangan politik adalah generasi yang paling baik sebagaimana pernah
ditegaskan sendiri oleh Rasulullah SAW.
b) Keseluruhan khalifah / pimpinan umat Islam adalah legal,
wajib ditaati, dan baik pro maupun kontra tidak boleh dikudeta. Malah kudeta
itu merupakan cirikhas/karakteristik KHAWARIJ.
c) Tidak diperbolehkan mengafirkan semua orang yang berkiblat
pada Ka'bah.
d) Meskipun berdosa besar tetap mukmin, tetapi dituntut
bertobat.
2. At Tasybih dan
At Tajsim (التشبيه والتجسيم); yaitu aliran
personifisme dan antropomorfisme, artinya menyifati Allah serupa dengan
sifat-sifat manusia. Aliran ini dikenal dengan مجسمة \
مشبهة (Musyabbihah/Mujassimah).
Sebagai aliran
lawannya adalah At Ta'thil (التعطيل),
artinya menafikan sifat apapun bagi Allah dengan alasan bahwa Allah adalah Zat
Yang Maha Qadim, mana mungkin bisa diberi sifat-sifat yang umumnya حادث (bukan Qadim). Aliran ini dikenal dengan معتزلة (Mu'tazilah = memencilkan diri), di antara
ciri-cirinya adalah ekstrimis-rasionalis (mengunggulkan dalil Aqli di atas
dalil Naqli). Sampai-sampai orang mukmin yang berdosa besar dijustifikasi bukan
kafir dan bukan mukmin, yang dalam ajarannya diistilahkan dengan منزلة بين المنزلتين (suatu tempat di
antara dua tempat).
Nah, di antara
sepasang aliran kedua tersebut di atas, maka ASWAJA mengambil jalan tengah
(tawassuth) yaitu menyifati Allah tidak serupa dengan sifat-sifat makhluk
sebagaimana firman Allah :
ليس كمثله شيء و هو
السميع البصير (الشورى : ١١)
"Tiada
sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar dan
Melihat."
3. Al Qadr (القدر), yaitu aliran yang menganggap manusia
serba potensial tanpa adanya intervensi dari Allah. Aliran ini dikenal dengan قدرية (Qadriyah/Qadariyah = determinisme). Di
antara doktrinnya :
الكسب و المشيئة من
العبد
"Usaha dan
kehendak (untuk sukses atau gagal) merupakan hak dan potensi manusia."
Aliran lawannya
adalah Al Jabr (الجبر), yakni aliran yang
menganggap manusia tidak punya potensi, sehingga ia tidak usah berusaha tetapi
cukup pasrah pada nasib. Aliran ini dikenal dengan جبرية
(Jabriyah/Jabariyah = indeterminisme). Di antara doktrinnya :
الكسب و المشيئة من
المولى
"Usaha dan
kehendak (untuk sukses dan gagal) merupakan hak prerogatif Allah."
Nah, di antara
sepasang aliran ketiga tersebut di atas, ASWAJA mengambil jalan tengah
(tawssuth) dengan mendoktrinkan :
الكسب من العبد ، و
المشيئة من المولى
"Usaha itu
merupakan hak dan potensi manusia, tetapi kehendak untuk sukses dan gagal
sepenuhnya hak prerogatif Allah."
MOHON MAAF BILA
ADA KESALAHAN !!!.