"Tawassuth NU dalam menghadapi Persoalan"
Oleh Kyai Baidlowi Mufti - Ngelom Sepanjang
TAWASSUTH itu selain berasal dari QS Al Baqarah ayat 143, juga mengacu pada Hadits berikut ini :
أحبب حبيبك هونا ما ، عسى أن يكون بغيضك
يوما ما ، و أبغض بغيضك هونا ما ، عسى أن يكون حبيبك يوما ما
Intinya : suka atau tidak suka
sedang-sedang saja, pro atau kontra jangan berlebihan.
Mari kita tengok sejarah :
1. Dalam menyikapi Pemerintahan
Hindia Belanda, NU tidak bersikap kooperatif, dan tidak pula non-kooperatif,
melainkan bersikap selektif-akomodatif. Dalam satu sisi, NU menolak kebijakan
Belanda yang merugikan bangsa dan umat Islam, seperti wajib milisi, transfusi
darah untuk kepentingan serdadu Belanda. Bahkan mengharamkan pakaian, makanan,
dan minuman ala Belanda. Tetapi dalam sisi lain, pada tahun 1929 NU mendukung
kebijakan Belanda tentang penertiban masalah perkawinan, yang di antaranya
penentuan usia yang patut untuk kawin. Lebih hebat lagi pada tahun 1933,
Indonesia yang masih dalam cengkeraman Belanda, oleh NU direkomendasi sebagai
Darul Islam yakni Negara Islam dalam tataran teritorial, bukan dalam tataran
politik. Begitulah sikap tawassuth NU !!!
2. Dalam menyikapi Pemerintah
Fasisme Jepang, para Kiyai NU menolak kewajiban Saikerei yaitu upacara
menghadap ke Timur untuk menghormati matahari terbit. Sehingga banyak kiyai NU,
termasuk Mbah Hasyim dan Mbah Mahfudh Shiddiq Jember dipenjarakan oleh serdadu
Jepang. Akibat dipenjara Jepang 3 tahun lamanya, maka sekeluar dari penjara,
Mbah Mahfudh jatuh sakit dan kemudian meninggal. Tetapi dalam sisi lain, K.H.
Abdul Wahid Hasyim berhasil melobi Pemerintah Jepang agar memberikan pelatihan
kemiliteran pada kaum santri, sehingga di kalangan pesantren terbentuk 2 satuan
militer : Hizbullah untuk kalangan muda dan santri, dan Sabilillah untuk
kalangan kiyai. Waktu itu PETA sudah terbentuk, sedangakan TNI dan POLRI belum
terbentuk. Hebatnya, tentara Hizbullah bersama tentara Sabilillah yang asalnya
dilatih oleh Jepang, tetapi kemudian justru menghantam tentara Jepang.
Begitulah sepak terjang Tawassuth NU !!!
3. Dalam menyikapi 7 anak kalimat
dalam Piagam Jakarta, K.H. Abdul Wahid Hasyim mengusulkan "Presiden adalah
orang asli Indonesia yang beragama Islam" disesuaikan dengan 7 anak
kalimat tersebut, tetapi ditolak oleh Ir. Soekarno. Kemudian setelah 7 anak
kalimat itu dihilangkan akibat ulah telikungan kaum nasionalis sekuler, lalu
menjadi "Ketuhanan YME", maka - demi keutuhan NKRI -, NU selain
merima pencabutan 7 anak kalimat itu, juga merelakan "Presiden adalah orang
asli Indonesia" tanpa anak kalimat "yang beragama Islam".
Tawassuth lagi, Tawassuth lagi !!!
4. Dalam menyikapi pandangan
politik yang mempersoalkan kedudukan Presiden Soekarno dari tinjauan hukum
Islam, NU pada tahun 1950-an memutuskan bahwa Presiden Soekarno adalah Waliyyul
Amri Adl Dlaruri bisy Syaukah. Disebut Adl Dlaruri, karena Soekarno belum
memenuhi syarat untuk menjadi pemegang kekuasaan dikarenakan otoriter, tetapi
demi menjaga stabilitas politik, maka legitimasi Soekarno sebagai Presiden
bersifat darurat. Kemudian disebut bisy Syaukah, adalah demi membendung
meluasnya hegemoni (pengaruh) DI/TII pimpinan Karto Suwiryo yang dirasakan
mengganggu stabitas politik. Tawassuth lagi, tawassuth lagi !!!
5. Dalam menyikapi pembentukan
KABINET NASAKOM (Nasionalis, Agama, dan Komunis) oleh Presiden Soekatno, NU
dalam satu sisi mustahil berkompromi dengan PKI. Tetapi dalam sisi lain, NU
dengan bertawakkal kepada Allah ikut masuk dalam kabinet tersebut seakan-akan
kompromi dengan PKI, padahal demi menandingi PKI yang bertekad untuk
mengendalikan roda kabinet. Tawassuth lagi, Tawassuth lagi.
6. Dalam menyikapi pencanangan
Asas Tunggal Pancasila oleh Rezim Soeharto, musim-musimnya antar kelompok
sesama Islam saling mengafirkan, yang pro dikafirkan, maka dalam Munas Alim Ulama
NU tahun 1983 di PP As Salafiyah Al Ibrahimiyah Sukorejo - Asembagus -
Situbondo, NU justru tampil sebagai kelompok Islam pertama yang menerima Asas
Tunggal Pancasila, padahal ketika itu MUI Pusat pimpinan K.H. Hasan Basri
kebingungan cari dalil Agama antara menerima dan menolak. Tetapi dalam sisi
lain, NU memberi syarat sebagaimana deklarasinya dalam Muktamar NU ke-27
setahun setelah Munas, di tempat yang sama, bahwa :
1. Pancasila bukan Agama, bukan
pengganti Agama, dan tidak bisa diagamakan.
2. Ketuhanan YME mencerminkan
Tauhid dalam keimanan Islam.
3. Pengamalan Pancasila sebagai
bentuk upaya pengamalan syari'at Islam bagi umat Islam.
Pertanyannya, mampukah generasi
NU sekarang menerapkan sikap TAWASSUTH (moderat) dalam menyikapi berbagai
persoalan???
MAAF BILA ADA KESALAHAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar